Senin, 14 April 2014

Makalah ENTREPRENEURSHIP (Tugas Teorum 2)

RESEARCH IN SOCIAL ENTREPRENEURSHIP:
PAST CONTRIBUTIONS AND FUTURE OPPORTUNITIES


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teori Organisasi Umum 2

Dosen,
Lista Kuspriatni

Disusun Oleh:
Bagas Priambodo
Gilang Ilsan Tama Lubis
Jossy Ade Candra
Julius Agung
Roby Yuliardi
Mohammad Candra





SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA


A.PENDAHULUAN
Memahami proses terciptanya nilai baru  dalam pusat bidang entrepreneur, menciptakan nilai dalam bidang social entrepreneur yang menyebabkan banyak penelitian yang di lakukan oleh peneliti dan mahasiswa, untuk fokus pada bidang manajemen, manajemen strategis, dan kewirausahaan. Konsep ini juga menarik bagi para individu and corporate entrepreneurs and policy makers. Praktek social entrepreneur ini juga berkembang pada tahun 2004, dengan persentase 6,6% dari populasi penduduk di Inggris yang terlibat dalam beberapa jenis kegiatan yang berfokus pada masyarakat atau tujuan sosial, baik itu sebagai start-up venture or as owner-managers of that venture. Selain itu, terdapat penghargaan bagi praktisi, seperti Skoll Foundation’s Award for Social Entrepreneurship and Fast Company magazine’s Social Capitalist Awards.
Meskipun meningkatnya minat dalam social entrepreneur, namun definisi social entrepreuner telah banyak dikembangkan di sejumlah bidang yang berbeda, mulai dari tidak untuk profit, untuk profit, sektor publik, dan kombinasi dari ketiganya. Hal ini menghalangi penelitian-penelitian empiris untuk mengkaji social entrepreneur itu secara mendalam. Misalnya, kegagalan untuk mengukur dan membandingkan konsistensi kinerja dari social entreprenuer, yang pada akhirnya membatasi kemampuan kita untuk memahami unsur-unsur yang dipercaya dapat menumbuhkan kewirausahaan sosial.
Untuk menjembatani kesenjangan antara pemahaman kita tentang kewirausahaan sosial dan peningkatan pengetahuan yang bisa membantu dalam meneliti dan mengembangkan bidang ini, maka artikel ini yang pertama muncul untuk menganalisa keadaan saat pertukaran intelektual di kalangan pemikir-pemikir teoritis dan menyoroti potensi daerah perbaikan.

B. PEMBAHASAN

ASSESSING THE STATE OF SOCIAL ENTREPRENEURSHIP RESEARCH
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih besar dari literatur mengenai social entrepreneur, dalam artikel ini mengidentifikasi dan menganalisis isi dari artikel-artikel yang dipublikasikan dalam jurnal manajemen dan kewirausahaan di mana topik utamanya terkait dengan fenomena social entrepreneurship. Oleh karena itu, artikel ini mencari artikel yang secara eksplisit disebutkan kewirausahaan sosial, wirausahawan sosial, usaha sosial, atau perusahaan sosial, tanpa menempatkan batas-batas periode waktu tertentu. Mengingat bahwa social entrepreneur adalah aliran penelitian yang relatif baru, kami ingin menjelajahi setiap artikel pada subjek dan mungkin memeriksanya setiap tahun.
Dari 152 artikel tentang social entrepreneur menunjukkan bahwa ada peningkatan pada tingkat publikasi yang mencapai persentase 750% selama rentang waktu 18 tahun dari sampel yang diperoleh. Selain itu, tingkat publikasi pada tingkat publikasi artikel kewirausahaan dalam  jumlah artikel kewirausahaan dalam jurnal manajemen meningkat sebesar 62% selama periode 15 tahun.



Social entrepreneurship publications and citations
Dari beberapa disiplin ilmu yang paling umum memberikan kontribusi untuk penelitian social entrepreneur adalah manajemen (26%), lalu diikuti oleh kewirausahaan (11%), ilmu politik (10%), ekonomi (9%), pemasaran (6%), sosiologi (5%), dan pendidikan (5%). Disiplin ilmu seperti antropologi (1%), finance (1%), dan hukum (1%) yang menerbitkan paling sedikiti mengenai social entrepreneur, dan artikel ini juga tidak menemukan artikel social entrepreneur dalam disiplin ilmu akuntansi, manajemen operasi atau psikologi. Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa penelitian social entrepreneur mulai menjangkau khalayak luas.
Lalu dari 152 artikel social entrepreneur yang diperoleh, sebanyak 80 (52%) merupakan artikel konseptual dan sebanyak 72 (48%) merupakan artikel empiris. Untuk artikel konseptual, diuji menggunakan proposisi formal. Sedangkan untuk artikel empiris, menggunakan proposisi formal atau hipotesis, metode penelitian, setting penelitian, ukuran sampel, dan pengukuran konstruk social entrepreneur (the measurement of the social entrepreneurship construct).
Conceptual articles
Artikel konseptual dikategorikan dalam beberapa hal, seperti deskripsi, penjelasan, atau prediksi (Kerlinger, 1986; Salju dan Thomas, 1994). Untuk menilainya tersebut, dengan menandai setiap deskripsi, penjelasan, atau prediksi sebagai kunci dalam menganalisanya.
Empirical articles
Artikel empiris diberi tanda pada bagian hipotesis formal, metode penelitian, sumber data, pengaturan penelitian geografis, ukuran sampel yang digunakan, dan bagaimana social entrepreneur yang dioperasionalkan atau diukur. Hipotesis yang benar, pertama, mereka menyediakan alat-alat kerja teori. Kedua, mereka memungkinkan untuk melakukan pengujian hubungan antara variabel, dan dengan demikian dapat ditampilkan untuk menjadi mungkin benar atau mungkin salah. Ketiga, dapat diuji terpisah dari nilai-nilai seorang peneliti dan pendapat.

Implications of Empirical Findings
Eisenhardt (1989) melihat walau terdapat tahapan awal dalam usaha penyediaan dasar penelitian. Akan tetapi sayangnya konsep kewirausahaan sosial yang digunakan sekurangnya dua decade ini lebih kepada teori pembangunan. Yangmana dalam teori pembangunan ini seharusnya termasuk pembelajaran, kesetaraan, akurat, dan spesifik (Weick, 1979; Short et al., 2002). Penjelasan akan teori ini mungkin akurat dan spesifik. Tetapi tidak kepada pencariaan kesetaraan. Penelitian kewirausahaan sosial akan tersisa dalam pembangunan negara jika penelitian masa depan gagal untuk diusahakan berdasarkan faktor empiris kewirausahaan sosial. Ketika metode dalam teori ferifikasi berjalan seharusnya ada penggabungan dugaan hipotesa secara rinci jika penelitian ini sudah matang.



Delineating the Boundaries of Social Entrepreneurship
Mair dan Marti mendefinisikan kewirausahaan sosial yang pertama sebagai suatu proses menciptakan nilai dengan menggabungkan sumber daya dengan cara yang baru. Kedua sumber daya yang dikombinasikan ini terutama ditujukan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kesempatan untuk menciptakan nilai social dengan rangsangan perubahan sosial atau dengan pemenuhan kebutuhan social.

Implications for Theory Building
Integrasi dalam strategi dan kewirausahaan menghasilkan nilai pelanggan dan keuntungan sumberdaya perusahaan dapat bersaing lebih diantara organisasi lainnya (Scehendel and Hitt, 2007). Perkembangan konseptual dalam kewirausahaan sosial bisa menyediakan sebuah konteks unik untuk mengintegrasikan strategi dan penelitian kewirausahaan oleh tingkat pemahaman bagaimana organisasi secara serempak mengahsilkan nilai sosial dan keuntungan dalam mencapai penghargaan.

Implication of  Theory Testing
Membangun dasar dalam penelitian induktif di kewirausahaan sosial, pada 18 tahun kedepan kita akan melihat sebuah kesempatan yang terbaik untuk menguji teori secara teliti menggunakan metode kuantitatif.  Seperti Van de Ven and Johnsons (2006) merekomendasikan, sebuah keberagaman dalam metode dan model meningkatkan validitas, realibilitas,  dan pembelajaran; membandingkan dan mengontraskan perbedaan perspektif memerlukan diksriminasi antara kesalahan, noise, dan informasi mengenai persoalan sosial.

Implication for Theory Testing
Pada 18 tahun pertamanya, penelitian social entrepreneurship dikarakteristikkan sebagai penelitian yang lebih banyak menggunakan pendekatan-pendekatan kualitatif. Sebagai penelitian mendalam, metode kualitatif ini telah digunakan dalam 12 penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan atau menguji teori dari 17 artikel paling menarik dalam bidang manajemen. Melalui pendekatan yang sangat ‘menggali’ ini, diharapkan penelitian-penelitian social entrepreneurship selanjutnya di masa depan tetap meneruskan tradisi ini sehingga hasilnya bisa terus dipublikasikan dalam jurnal-jurnal manajemen dan entrepreneurship.
Menurut Van de Ven dan Johnson (2006), untuk menyaring kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi serta meningkatkan validitas, keandalan, dan pembelajaran, diperlukan kombinasi model-model metode lain seperti pendekatan kuantitatif ketika menghadapi persoalan yang kompleks.
Tantangan terbesar dalam penelitian social entrepreneurship adalah pengumpulan data dan pengukurannya. Khususnya mengenai keputusan dalam sampling, dimana hal ini merupakan kunci yang akan mengungkap hubungan antara fenomena yang ada dengan apa yang akan dilakukan organisasi terkait fenomena tadi. Keputusan ini pula lah yang juga mempengaruhi pengetahuan-pengetahuan yang kita gunakan dalam menentukan langkah-langkah yang akan diambil sebagai pengusaha sosial. Menggunakan database yang besar menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan penelitian social entrepreneurship sehingga solusi-solusi kreatif dibutuhkan untuk mengimbangi sampel yang besar tadi. Jika hal ini berhasil dilakukan maka database yang besar beserta pengukuran yang tepat akan sangat membantu penelitian-penelitian social entrepreneurship selanjutnya di masa mendatang. Sebagai contoh, Social Capitalist Awards dari Fast Magazine menyediakan informasi mengenai perusahaan-perusahaan sosial. Hasil terkini dipublikasikan untuk 45 pemenang nonprofit; dan untuk pertama kalinya majalah ini juga mengukur perusahaan-perusahaan for-profit dengan menggunakan metodologi yang sama dan 10 perusahaan berhasil masuk dalam nominasi ini. dengan database dari seluruh anggota dari majalah fast company, dimungkinkan untuk melakukan studi panel untuk mempelajari tanggung jawab sosial dengan jumlah sampel yang besar tadi. Dengan masuknya perusahaan for-profit dalam nominasi tadi, praktik social entrepreneurship tidak lagi hanya dapat dilihat sebagai fenomena nonprofit saja, melainkan dapat pula dipraktikkan pada sektor bisnis tradisional (for-profit).
Perbedaan tujuan serta aspirasi adalah dua hal kunci yang membedakan entrepreneurship dengan social entrepreneurship dalam perbedaan arah gerak dari keduanya. Beberapa tujuan yang termasuk dalam social entrepreneurship, diantaranya adalah: isu mengenai keberlanjutan lingkungan, dukungan bagi fenomena-fenomena dengan dampak sosial, pemberdayaan komunitas, inovasi untuk kebutuhan sosial, serta pembuatan kebijakan yang dirancang untuk mencapai perubahan sosial.
Memahami dampak dari resiko serta proses dan hasil yang tidak pasti menjadi hal yang diminati peneliti dalam strategic entrepreneurship. Prospect theory - yang digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia di dalam kondisi-kondisi beresiko dan dimana kondisi-kondisi nyaman bagi manusia lebih resiko dibandingkan dengan kondisi-kondisi yang tidak pernah atau tidak nyaman baginya – dapat memberikan pemahaman mengenai penelitian social entrepreneurship dengan resiko-resiko yang mungkin ada dalam prosesnya. Teori ini menjadi minat bagi mereka yang beranggapan bahwa social entrepreneurship lebih beresiko ketimbang commercial entrepreneurship karena kurangnya opsi-opsi terkait dana pelaksanaannya. Pandangan lain menyebutkan, kunci dari social entrepreneurship adalah mereka yang berani mengambil keputusan dengan resiko yang tinggi.

Implications for Practitioners
Social entrepreneurship telah beralih dari yang pada awalnya hanya fokus kepada kebijakan publik menjadi topik yang lebih diperhatikan dalam dunia bisnis. Usaha pebisnis dalam mengejar peluang bisnis dengan misi yang mempertimbangkan manfaat bagi kepentingan sosial adalah salah satu alasan penelitian social entrepreneurship berkembang dengan baik. Entrepreneurship dapat dilihat sebagai kunci dimana organisasi dapat memberdayakan kemampuan mereka untuk menanamkan nilai melalui inovasi dan bisnis yang cerdas. Banyak entrepreneur-entrepreneur yang sukses dengan “doing more with less”, dimana efisiensi dan kreativitas dalam mengolah sumber daya adalah kunci kesuksesan mereka. Sehingga penelitian social entrepreneurship di kemudian hari akan diperlakukan sebagai upaya unik dalam menciptakan sumber daya dalam keadaan serba yang terbatas.

Implication for theory
Temuan penelitian menunjukkan bahwa kewirausahaan sosial dapat dikonseptualisasikan sebagai konsep multidimensi dengan dimensi perilaku inovatif, proaktif dan manajemen resiko. Gagasan tersebut menunjukkan sebagai gagasan multidimensi ketika terdiri dari dimensi dan atribut yang saling terkait dan dalam domain multidimensi.


Implication for management and policy
Penelitian ini bisa menjadi dasar praktek dalam kegiatan organisasi NFPs. Misalnya seperti visi pemimpin yang jadi lebih menakankan pada perilaku proaktif dan responsif terhadap strategi manajemen dalam lingkungan yang kompetitif dalam persaingan pencarian dana dengan organisasi yang beroreintasi pada keuntungan. Mereka juga harus terus-menerus memonitor inisiatif kebijakan-kabijakan yang dibuat pemerintah guna meningkatkan transparansi dan daya saing pada pasar pelayanan. Hal tersebut tentu saja membutuhkan inovasi, proaktis dan manajemen resiko dalam upaya kegiatan mereka. Selain itu NFPs juga harus menyeimbangkan prioritas misi sosial dengan keberlanjutan organisasi.


C. PENUTUP


Abstrak
Social entrepreneurship telah menjadi salah satu topik penelitian akademis selama hampir 20 tahun terakhir, tapi belum atau masih sedikit keluaran jurnal yang ada mengenai penelitian social entrepreneurship tersebut. Telah banyak muncul artikel-artikel mengenai social entrepreneurship namun tidak diimbangi dengan penelitian-penelitian empiris yang telah dilakukan. Sedikit dari penelitian empirik mengenai topik ini pun kebanyakan kurang mantap dalam penggunaan hipotesa serta metodenya. Atas dasar ini dapat dikatakan penelitian social entrepreneurship masih dalam tahap awal (embrio). Kemudian social entrepreneurship dapat dilihat dari berbagai bidang seperti entrepreneurship, manajemen publik/nonprofit, isu-isu sosial, dan banyak lagi dimana kesemuanya itu dapat menjadi lahan segar untuk pijakan penelitian-penelitian social entrepreneurship di masa mendatang. Tidak kalah penting dimana peneliti harus menemukan tema-tema kunci dalam melakukan penelitian social entrepreneurship yang diramu menggunakan teori yang telah mantap.



Discussion
Pada tahun-tahun pertama kemunculan social entrepreneurship, pengetahuan mengenai hal tersebut hanya berbasis pada kasus yang didapat dari data kualitatif yang dikumpulkan secara mendalam oleh peneliti. Kemudian Hal ini ditetapkan dalam jurnal kebijakan publik dan nonprofit sebagai pijakan manajemen entrepreneurship. Namun hal tadi saja dapat dikatakan masih minimal mengingat penelitian social entrepreneurship baru saja tumbuh dan berkembang. Untuk memajukan penelitian social entrepreneurship secara teoritis maupun empiris, jurnal ini menetapkan 10 tema kunci yang merupakan kepentingan-kepentingan strategis dari entrepreneurship oleh Schendel dan Hitt (2007).

Sumber :

http://www.Yahoo.com
http://www.Google.com
http://www.wikipedia.com
http://www.blogspot.com

Komunikasi Dalam Organisasi (Tugas Teorum 1)


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teori Organisasi Umum 2

Dosen,
Lista Kuspriatni

Disusun Oleh:
Bagas Priambodo
Gilang Ilsan Tama Lubis
Jossy Ade Candra
Julius Agung
Mohammad Candra
Roby Yuliardi



SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA


A. Pendahuluan

Manajemen sering mempunyai masalah tidak efektifnya komunikasi. Padahal komunikasi yang efektif adalah penting bagi para manajer, paling tidak untuk dua alasan. Alasan-alasannya yaitu sebagai berikut :

1.    Komunikasi adalah proses melalui mana fungsi-fungsi manajemen perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dapat dicapai.

2.    Komunikasi adalah kegiatan untuk mana para manajer mencurahkan sebagian besar proporsi waktu mereka.

Proses komunikasi memungkinkan manajer untuk melaksanakan tugas-tugas mereka. Informasi harus di komunikasikan kepara para manajer agar mereka mempunyai dasar perencanaan, rencana-rencana harus dikomunikasikan kepada pihak lain agar dilaksanakan. Pengorganisasian memerlukan komunikasi dengan bawahan tentang penugasan jabatan mereka. Pengaraha mengharuskan untuk berkomunikasi dengan bawahannya agar tujuan kelompok dapat dicapai. Komunikasi tertulis dan lisan adalah bagian esensi pengawasan. Jadi, manjaer dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen mereka hanya melalui interaksi dan komunikasi dengan pihak lain.


B. Pembahasan

1. Pengertian dan Arti Penting Komunikasi
Komunikasi bukan merupakan bagian penting dari pebendaharaan kata manajemen sampai akhir tahun 1940an dan permulaan 1950-an. Tetapi, sejalan dengan organisasi menjadi semakin “sadar manusia’ dalam pendekatan hubungan para ahli perilaku mulai menerapkan penelitian-penelitian mereka pada organisasi, komunikasi bagaimanapun juga tetap merupakan peralatan ( tool) manajemen yang dirancang untuk tujuan dan tidak dinilai dasar hasil akhir dalam komunikasi itu sendiri.
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata-kata yang di gunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intotani, titik putus vocal dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada keterampilan-keterampilan tertentu ( membaca, menulis, mendengar, berbicara dan lain lain) untuk membuat sukses pertukaran informasi.
Komunikasi, sebagai suatu proses dengan mana orang orang bermaksud memberikan pengertian-pengertian melalui pengiringan berita secara simbolis, dapat menghubungkan para anggota berbagai satuan organisasi yang berbeda dan bidang yang berbeda pula, sehingga sering disebut rantai pertukaran informasi. Konsep ini mempunyai unsur-unsur :
·         suatu kegiatan untuk membuat seseorang mengerti
·         suatu sarana pengaliran informasi
·         suatu system bagi terjalinnya komunikasi di antara individu-individu
Pandangan tradisional tentang komunikasi telah banyak diubah oleh perkembangan teknologi, yaitu bahwa komunikasi tidak hanya terjadi antara dua atau lebih individu, tetapi mencakup juga komunikasi antara orang orange dan mesin-mesin, dan bahkan antara mesin dengan mesin lainnya.

2 . Jenis dan Proses Komunikasi
Sistem komunikasi organisasi mencerminkan berbagai macam individu dengan latar belakang, pendidikan, kepercayaan, kebudayaan, keadaan jiwa, dan bahkan kebutuhan yang berbeda beda. Tetapi bila individu individu dalam organisasi berkomunikasi, apa yang di perbuat? Dan berikut inilah akan dibahas model komunikasi agar dapat dipahami mengapa komunikasi sering gagal dan kegiatan kegiatan yang perlu diambil manajer untuk meningkatkan efektifitas komunikasi.
·         Model Komunikasi Antar Pribadi
Model proses komunikasi yang paling sederhana adalah sebagai berikut
Pengirim---à Berita---à Penerima
Model ini menunjukkan 3 unsur esensi komunikasi. Bila salah satu unsur hilang, maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Sebagai contoh nya , seseorang dapat mengirimkan berita, tetapi apabila tidak ada yang menerima atau mendengarkannnya , maka komunikasi tidak akan terjadi.
Sumber (source). Sumber atau pengirim berita memainkan langkah pertama dalam proses komunikasi. Sumber mengendalikan berita yang dikirim, susunan yang digunakan, dan sering saluran melalui mana berita dikirimkan.
Pengubahan berita ke dalam kode/sandi (encoding). Langkah kedua ini – encoding the message – mengubah berita ke dalam bentuk symbol symbol verbal atau nonverbal yang mampu memindahkan pengertian, seperti kata kata pencakapan atau tulisan, angka,gerakan, ataupun kegiatan.
Dari beberapa symbol yang tersedia, pengirim berita menyeleksi salah satu yang akan dapat memenuhi kebutuhan khusus. Pengirim berita seharusnya tidak hanya memikirkan apa yang akan dikatakan aka tetapi juga bagaimana hal itu akan disajikan agar pengaruh yang di inginkan dari penerima terpenuhi.
Pengiriman berita (transmitting the message). Langkah ketiga mencerminkan pilihan komunikator terhadap media atau “saluran distribusi”. Komunikasi lisan mungkin disampaikan melalui berbagai saluran, seperti telephone, mesin pendikte, orang atau videotape.
Manfaat komunikasi lisan, orang per orang, adalah untuk berinteraksi antara sumber dan penerima, memungkinkan komunikasi nonverbal (gerakan tubuh, intonasi suara, dan lain lain), di sampaikannya berita secara cepat, dan memungkinkan umpan balik diperoleh segera.
Sedangkan komunikasi tertulis dapat disampaikan melalui saluran saluran seperti memo,surat,laporan,catatan,bulletin dewan direktur, manual perusahaan, dan surat kabar. Komunikasi tulisan mempunyai manfaat dalam hal penyediaan laporan adatu dokumen untuk kepentingan di waktu mendatang.
Penerimaan Berita. Langkah keempat adalah penerimaan berita oleh pihak pertama. Pada dasarnya, orang orang menerima berita melalui ke lima panca indera mereka- penglihatan,pendengaran,pengecap,perabaan dan penciuman.
Pengartian atau penterjemahan kembali berita (decoding). Langkah kelima proses komunikasi adalah decoding. Hal ini menyangkut pengartian symbol symbol oleh penerima. Proses ini dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan, pendidikan, lingkungan, praduga, dan gangguan di sekitarnya.
Umpan balik(feedback). Setelah berita diterima dan diterjemahkan, penerima mungkin menyampaikan berita balasan yang ditujukan kepada pengirim mula mula atau orang lain. Jadi, komunikasi adalah proses berkesinambungan dan tak pernah berakhir.
3 . Komunikasi Efektif
Saluran komunikasi formal biasanya mempengaruhi efektifitas komunikasi dalam dua cara. Pertama, liputan saluran formal semakin melebar sesuai perkembangan dan pertumbuhan organisasi. Sebagai contoh, komunikasi efektif biasanya semakin sulit dicapai dalam organisasi yang besar dengan cabang cabang yang menyebar. Kedua, saluran komunikasi formal dapat menghambat aliran informasi tingkat tingkat organisasi. Sebagai contoh, karyawan lini akan selalu mengkomunikasikan masalah masalah pada mandor mereka dan bukan pada manajer pabrik. Keterbatasan ini mempunyai kebaikan (seperti menghindarkan manajer atas dari kebanjiran informasi), tetapi juga mempunyai kelemahan (seperti menghindarkan manajer atas dari informasi yang seharusnya mereka peroleh).
Struktur wewenang organisasi mempunyai pengaruh yang sama terhadap efektifitas organisasi mempunyai pengaruh yang sama terhadap efektifitas organisasi. Perbedaan kekuasaan dan kedudukan (status) dalam organisasi akan menentukan pihak pihak yang berkomunikasi dengan seseorang serta isi dan ketepatan komunikasi. Sebagai contoh, percakapan anatara direktur perusahaan dengan karyawan akan dibatasi formalitas kesopanan, sehingga tidak ada pihak yang berkehendak untuk mengatakan sesuatu yang penting.
Komunikasi juga seringkali tidak efektif dengan adanya kekuatan kekuatan dari luar yang menghambatnya. Berikut ini adalah hambatan hambatan terhadap komunikasi yang efektif tersebut.
1.    Hambatan organisasional
Hambatan organisasional terbagi menjadi 3 yaitu: tingkatan hirarki, wewenang manajerial, dan spesialisasi.

Tingkatan hirarki. Bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang, akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena berita harus melalui tingkatan (jenjang) tambahan, memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tempat tujuan dan cenderung menjadi berkurang ketepatannya.

Wewenang Manajerial. Tanpa wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin manajer dapat mencapai tujuan dengan efektif. Tetapi di lain pihak, pada kenyataannya bahwa seseorang yang mengendalikan orang lain juga menimbulkan hambatan hambatan terhadap komunikasi.

Spesialisasi. Meskipun spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah masalah komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang orang bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan.

2.    Hambatan hambatan antar pribadi
Manajer masih akan menghadapi kemungkinan bahwa berita berita yanf mereka kirim akan berubah atau menyimpang, bahkan bila hambatan hambatan komunikasi organisasional tidak ada. Manajer perlu memperhatikan hambatan hambatan antar pribadi seperti:

Persepsi selektif. Persepsi adalah suatu proses yang menyeluruh dengan mana seseorang menseleksi, mengorganisasikan, dan mengartikan segala sesuatu di lingkungannya. Segera setelah seseorang menerima sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai tipe informasi yang berarti.

Status komunikator. Hambatan utama komunikasi lainnya adalah kecenderungan untuk menilai, mempertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar karakteristik karakteristik pengirim (sumber),
Terutama kredibilitas-nya. Kredibilitas didasarkan “keahlian” seseorang dalam bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran.

Keadaan membela diri. Perasaan membela diri pada pengirim, penerima berita atau keduanya juga menimbulkan hambatan hambatan komunikasi.Keadaan membela diri seseorang mengakibatkan ekspresi wajah,gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu, dan sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak lain. Jadi akan timbul rantai reaksi defensif.

Pendengaran lemah. Manajer perlu belajar mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini.
Ketidaktepatan penggunaan bahasa. Salah satu kesalah terbesar yang di buat dalam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam kata kata yang digunakan.
Karena berbagai hambatan organisasional dan antar pribadi, komunikasi efektif tidak dapat dibiarkan begitu saja. Manajer harus memainkan peranan penting dalam proses komunikasi, di mana hanya dengan cara itu kemudian dapat diambil langkah langkah untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
Berikut cara cara mengatasi hambatan tersebut
1.    Penggunaan umpan balik
Peralata penting pengembangan komunikasi lainya adalah penggunaan umpan balik berita berita yang di kirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan proses komunikasi berjalan lebih efektif.

2.    Menjadi komunikator yang lebih efektif
Teknik teknik komunikasi yang jelek mengganggu banyak manajer, seperti halnya mengganggu hubungan mereka dengan para  bawahannya di luar pekerjaan. Oleh karena itu latihan latihan dalam penulisan dan penyampaian berita secara lisa perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman akan symbol symbol, penggunaan bahasa, pengutaraan yang tepat dan kepekaan terhadap latar belakang penerima berita.

3.    Pedoman komunikasi yang baik
American Management Associations (AMA) telah menyusun sejumlah prinsip prinsip komunikasi yang disebut “The Ten Commandments of Good Communication” sepuluh pedoman ini disusun untuk meningkatkan efektifitas komunikasi.
      isinya adalah:
i)     Cari gagasan gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan.
ii)    Teliti tujuan sebenarnya terjadi komunikasi
iii)   Pertimbangkan keadaan phisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi akan dilakukan
iv)   Konsultasikan dengan pihak pihak lain, bila perlu, dalam perencanaan komunikasi.
v)    Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama berkomunikasi.
vi)   Ambil kesempatan, bila timbul, untuk mendapatkan segala sesatu yang membantu atau umpan bali.
vii) Ikuti lebih lanjut komunikasi yang telah dilanjutkan
viii)        Perhatikan konsistensi komunikasi.
ix)   Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi
x)    Jadilah pendengar yang baik, komunikasi tidak hanya untuk dimengerti, tetapi untuk mengerti.

4 . Implikasi Manajerial
Kata Implikasi berarti akibat. Kata Implikasi sendiri dapat mengacu ke beberapa aspek dan salah satunya yang dibahas saat ini adalah manajerial
Dalam manajerial / manajemen implikasi terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Implikasi prosedural meliputi tata cara analisis, pilihan representasi, perencanaan kerja dan formulasi kebijakan
2. implikasi kebijakan meliputi sifat substantif, perkiraan ke depan dan perumusan tindakan.
Secara garis besar, implikasi manajerial memiliki arti proses pengambilan keputusan partisipatif dalam organisasi manajerial yang baik. 

Implikasi manajerial Komunikasi
Komunikasi memiliki peran yang penting dalam system manajerial, seperti contoh nya untuk merumuskan beberapa hal, manajer harus melakukan komunikasi dengan bawahan bawahan nya agar memperoleh suatu keputusan yang paling baik.

  
C. Penutup
Sebagai makhluk sosial, tentunya komunikasi memang sangat penting bagi kita. Karena di dalam kehidupan, kita selalu saling membutuhkan satu sama lain. Dan dengan komunikasi kita bias saling memenuhi kebutuhan itu, tentunya begitu pula peran komunikasi dalam organisasi. Manajer / atasan pun juga butuh berkomunikasi dengan bawahannya untuk memperoleh informasi guna mengambil keputusan, begitu pula dengan bawahan juga butuh berkomunikasi dengan atasannya untuk mengetahui apa yang perlu mereka lakukan.

D. Daftar Pustaka
Hani Handoko, Dasar-dasar  Manajemen Produksi dan Operasi,
BPFE – Yogyakarta, 1984.
-------, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Penerbit
Liberty, 1985.
William H.Newman, Administrative Action : The Techniques of Organization and Management, Prentice – Hall, Inc., New York,
1951.
William H.Newman, E. Kirby Warren & Jerome E.Schne, The Process of Management : Strategy, Action , Result, edisi kelima,
Prentice-Hall, Inc., New York, 1982.
William F.Glueck, Management, The Dryden Press, Hinsdale, Illinois,
1977.